Thursday, 19 June 2014

Rindu Manis

Lima tahun sudah,  terakhir kali bertemu denganmu. Mengingat-ingat cerita lalu yang sebetulnya ingin sekali untuk dilupakan. Tak banyak yang diungkapkan kala itu karena memang kita berada di jalan yang berbeda. Tapi aku merasa ada sesuatu yang hilang selama  penantian itu. Sesuatu yang mungkin dulu ada rasa kepada dirimu. Rasa yang aku saja tak menginginkan untuk tersampaikan karena tahu kita berada dijalan yang berbeda dan mungkin engkau tak merasakannya. Cukuplah bagiku sebatas mengagumi dirimu seorang. Bukankah tak lebih indah mengagumi orang dari pada mencintainya. 


            Lepas terakhir kita berjumpa, sedikit demi sedikit rasa itu mulai pudar digerus waktu. Aku terlalu sibuk mengejar impianku sampai aku lupa tentang rasa terhadap dirimu. Sekali waktu rasa itu menyelinap masuk dalam mimpi manis  dan kemudian terhapus sirna begitu saja. Tak banyak memikirkanmu dari pada saat-saat kita masih bertemu. Hanya sedikit asa engkau dalam kesibukanmu memikirkan tentang diriku walaupun tak akan mungkin terjadi. Ketika lima tahun tak bertemu kemudian sebuah rindu manis muncul dari sepucuk surat, sedikit menanyakan kabar baik atau buruk. Bagiku itu sebuah harapan, bahkan lebih besar. Bagaimana tidak, sejalan lambat laun tak sering memikirkan rasa itu, engkau muncul dengan sebuah surat rindu. Terlalu berlebihan mungkin menyebut itu adalah sebuah surat rindu ataukah hanya surat menanyakan kabar belaka. Tetap itu adalah sebuah angin segar di tengah teriknya kemarau tandus tiada henti. Banyak yang berubah memang, terlihat jelas dari setiap kata yang kau tulis dalam sepucuk surat rindu itu. Bagaimanapun juga, rasa yang dulu pudar kembali sedikit muncul. 

            Inilah  yang kurasakan selama lima tahun itu. Berharap kita dapat bertemu dan dengan memberanikan diri aku mengungkapkan segala rasa. Itulah yang kuharapkan. Masa bodoh engkau tak menghiraukan. Aku hanya ingin rasa yang terpendam cukup dalam ini sesegera mungkin tersampaikan. Tak ingin menjadi sebuah kenyataan pahit dan menggerogoti perasaan hati. Dan kuucapkan sedikit lantang, aku mengagumimu.

Dikala Senja



Tiga tahun bukan waktu yang sebentar untuk aku mengenal mu. Tiga tahun kita tinggal seatap hanya terpisahkan oleh dua kamar yang lain. Dan tiga tahun kita banyak menghabiskan waktu bersama dari pada bersama keluarga masing-masing.

Banyak kesamaan yang menyatukan kita, mulai dari selera makanan, hobi hujan-hujanan, hobi baca novel, mengikutiorganisasi yang sama bahkan kita pernah mengidolakan kakak kelas yang sama. Apakah kamu masih ingat??

Tentang cerita kita di kantin sekolah itu,  saat aku menceritakan aku mengidolakan kakak kelas yang berinisial AK itu. Kekagetan dan respon yang keluar dari dirimu masih tersimpan dengan jelas di memori ini.

Sore ini di rantau orang aku hanya bisa melihat foto-foto kita yang tertempel di dinding kamarku. Foto itu sebagai saksi kalau sore ini aku benar-benar ingin disampingmu. Ingin rasanya kumenangis dibahumu teman, ingin menceritakan permasalahan yang ada dipundakku.Aku rindu canda tawa dan cerita mu. Aku tau rasa rindu ini terlalu berlebihan.

Tak sabar rasanya menanti bulan Juli, aku akan pulang dan menemui mu. Tapi apakah kamu masih ingat dengan ku teman? Aku ragu. Perubahan akan dirimu sangat aku rasakan. SMS yang kukirimkan hanya di balas dengan secukupnya saja. Tak ada sms dari mu yang menanyakan kabarku. Apa aku yang terlalu berlebihan mengaharapkan perhatian dari kamu lagi? Aku kawatir kamu tidak mengingatku lagi. Aku kawatir puzzle-puzzle yang kita susun indah selama tiga tahun itu kamu buang begitu saja.

Wednesday, 18 June 2014

Surat untuk Sahabat

Kami, 31 Oktober 2013

Salat isya telah selesai aku laksanakan. Saatnya bertarung dengan materi untuk ujian besok. Hanya ada buku, alat tulis dan hp yang menemani ku malam itu. Ntah kenapa dari tadi siang aku selalu gelisah, ada yang aneh rasanya.
Bip bip bip nada sms hp ku berbunyi. Dari nama yang tertulis di layar hp sms itu dari teman SMA. Sejenak kuhentikan kegiatan belajar untuk membaca sms itu, siapa tau  penting pikirku.

Aku berdiri kearah sumber suara itu. Perlahan aku baca sms itu. Malam itu aku seperti anak yang berumur empat tahun yang baru mulai belajar membaca. Membaca berulang kali, memastikan agar tidak salah baca. Aku berharap malam itu aku adalah anak umur empat tahun itu,  aku berharap salah baca sms kala itu. Isi sms itu hanya beberapa kata saja. Sms yang mengabarkan ayahmu telah tiada.

Aku langsung terduduk dilantai, rasanya kaki sudah tidak mampu untuk menopang  badan ini. Hanya air mata yang keluar. Saat itu aku merasa semuanya sunyi. Semuanya seakan ikut meraskan apa yang aku rasakan malam itu.

Setelah emosi itu bisa ku kuasai lagi, aku langsung mencari nama mu di phonebook hp dan menekan tombol hijau yang ada di hp. Suara mu yang tenang ketika menjawab salam dari ku seolah-olah menjelaskan bahwa tidak terjadi apa-apa.

Entah saat itu kamu memang tegar atau kamu berusaha membuat diri ini untuk tidak khawatir. Tapi apapun itu aku tetap hancur.

Selama tiga tahun, kita lebih banyak menghabiskan waktu bersama dari pada dengan keluarga masing-masing membuat aku mengerti bagaimana dirimu yang sebenarnya, walapun malam itu aku heran kenapa kamu bisa setegar itu? Justru aku yang hancur.
Aku tahu kehilangan ini sangat berat bagi mu.

Hari berganti hari, minggu berganti minggu, dan bulanpun berlalu. Tak terasa sudah hampir 8 bulan beliau meninggalkan kita semua. Aku sangat merasakan kamu berubah, tidak seperti dulu. Kau berusaha  menutupi semuanya dari ku. Tak ada lagi derai tawamu yang bisa kudengar dari seberang pulau ini, tak ada lagi senyum tulus dari lubuk hatimu. Kamu berusaha tegar diatas kehilanganmu, kamu tersenyum untuk menutupi kesedihan yang dirasakan.

Tapi apapun yang kamu lakukan untuk menutupi itu semua, aku tetap tahu kalau itu semua hanyalah bohong, itu semua hanya palsu. Aku sadar itu kau lakukan karena tak ingin melihat malaikat dirumah mu sedih, tak ingin lagi melihat air metes dari matanya dan membasahi wajahnya yang sudah mulai menua dan kamu ingin selalu menguatkannya, walaupun kamu sendiri tidak yakin apakah cara ini benar atau tidak.

Dari negeri rantau ini aku selalu mengirimkan doa untuk sang maha pemberi kebahagiaan agar Ia selalu memberikan kebahagian-Nya kepada mu, kepada malaikat yang kau panggil dengan sebutan mama dan kepada seseorang yang selalu bersama mu semenjak dari kandungan. Dan yang penting untuk kau tahu bahwa aku masih disini untuk mu teman, aku masih ada disamping mu untuk mendengarkan segala keluh kesah mu.


-Dari sahabat yang merasa kehilangan-

Dia Tak Salah


Dipenghujung subuh ini aku merindukannya, merindukan suaranya. Ketika saat itu jiwa dan raganya masih menyatu pada dunia fana ini, dimana kala itu ia tak lelah membangunkan tubuh ini untuk menghadap bersujud pada sang maha pencipta, meski terkadang berat untuk turun dari ranjang, dengan langkah yang tak karuan ia memeluk tubuh ini, dan mengatakan dengan penuh kasih sayang semakin shubuh kamu bangun maka semakin nikmat rasa hidup yang kau rasakan.

Namun kali ini benar-benar begitu menyakitkan ketika saat Jumat aku harus mengingatnya dimana kala itu jiwa dan raganya tak lagi menyatu, tubuh nya yang sedikit rengkuh tak dapat melihat kebilik empunya tubuh ini, hanya terbujur kaku tak bergerak, suara beratnya tak lagi terdengar memanggil sebutan yang selalu di ucapkannya, ia hanya diam memejamkan matanya diatas ranjang, tangan besarnya tak lagi dapat menahan langkah yang ketika terbangun masih tak karuan, ia hanya melipat tangan diatas dadanya tanpa melakukan gerakan apapun, sungguh menyakitkan melihatnya kala itu, ingin membangunkannya seolah percuma ia hanya dapat mendengar teriakan itu ditempat lain, berusaha bertanya padanya namun seolah sia-sia, ia tetap kukuh pada kenyataannya, ia hanya diam tanpa berkata. Ya Rabb begitu merindukannya raga ini pada sosok itu.

Tuhan apa dia tidak pernah merasakan betapa singkat kenangan ku bersamanya, apa dia tidak pernah berfikir kalau selama ia hidup saya belum sempat buat dia bahagia, apa saya sanggup membuat dia bahagia disaat ia tak lagi ada disini, kemana ia pergi? Apakah ia disurga mu tuhan? Apakah ia bersama mu? Kenapa ia jauh meninggalkan ku tuhan disaat tubuh ini membutuhkan rangkulan dan semangat darinya. Terkadang mereka membuat saya iri, ini semua salahnya tuhan, ia pergi meninggalkan saya disaat saya baru akan membahagikannya pelan-pelan, dan sekarang saya harus mengalami kepiluan yang dalam, tertawa dibalik kesedihan yang tak terobati, mencoba menghibur diri dengan bertingkah seperti orang lain, yang bahkan saya sendiri tidak mengenal siapa saya. Andai pahala ini memiliki point yang lebih tinggi dan kau tuhan mengirimkan malaikat pencabut nyawa ini dengan sekejap. Hamba lebih siap untuk lebih mendahului mereka yang ingin tetap hidup didunia ini mungkin resiko itu tetap ada.

Bahkan seolah saya ingin membalas dendam semua ini dengan apa yang saya rasakan, semoga mereka merasakannya. Tidak bermaksud membuat mereka terluka, hanya berbagi kesedihan kepada mereka. Cukup tuhan, apakah hamba harus mengulang kenangan buruk yang meninggalkan kewajiban hamba sebagai umat mu yang tak sempurna ini?


Tuesday, 17 June 2014

FOSIL

Fosil atau forum silaturrahmi merupakan sebuah program kerja tahunan divisi pembinaan PPBY (Pelaksana Program Beasisiwa Yatim-Dhuafa). Forum ini dihadiri oleh adik asuh dan orang tuanya, kakak asuh dan juga alumni PPBY.

Selain sebagai forum untuk silaturrahmi, agenda fosil ini sebenarnya difokuskan untuk adik asuh, orang tua adik asuh dan kakak asuh. Dan juga ada acara pelepasan atau perpisahan adik asuh yang sudah menyelesaikan jenjang pendidikan SMA/SMK sederajat. Mereka yang sudah tamat SMA/SMK ini sudah tidak menjadi tanggungan PPBY lagi. Selain acara pelepasan atau perpisahan juga ada acara penyambutan untuk beberapa orang adik asuh yang baru.

Pada forum ini akan dibahas mengenai peraturan-peraturan untuk adik asuh yang ditetapkan oleh divisi pembinaan dan disetujui oleh semua anggota PPBY termasuk Mas’ul penanggung jawab(laki-laki) dan Mas’ulyah penanggung jawab (perempuan). Diantara peraturan-peraturan tersebut yaitu mengenai kegiatan mentoring adik asuh. Kegiatan ini diadakan sekali dalam seminggu tepatnya pada hari Minggu pagi yang bertempat di masjid Nuroh Aljabar  kampus Akademi Kimia Analisi Bogor.

Mentoring ini lebih ke pembekalan materi agama karena mereka diberikan pengetahuan mengenai agama Islam, Seperti akidah, akhlak, cara-cara beribadah dan lain-lain. Bagi adik asuh yang sengaja tidak mengikuti kegiatan ini akan diberikan sanksi berupa poin bobot sebesar 15 poin.

Selain peraturan mengenai mentoring juga terdapat peraturan-peraturan lain yang sanksinya sama yaitu peberian poin bobot. Pemberian poin bobot ini berbeda untuk setiap jenis pelanggarannya. Peraturan-peraturan yang dibuat ini bertujuan untuk mempermudah kakak asuh dalam membimbing dan membina adik asuh.
Semoga kedepannya PPBY semakin sukses dan semakin di ridhoi Allah SWT.


(Bersatu untuk berbagi, meraih jannah Illahi)

Friday, 13 June 2014

Cinta yang Terpendam #Part2

Suatu malam, Dinda sedang berkutat dengan jejaring sosialnya. Maklum karena hanya menunggu terima ijazah dan wisuda. Mereka semua telah dinyatakan lulus dan berhak melanjutkan ke jenjang selanjutnya yakni bangku kuliah. Tiba tiba Evan mengirim sebuah pesan untuk Dinda.
"Hai Dinda J ", sapa Evan.
"Iya Van. Ada apa ?", balasan dari Dinda.
Entah apa yang terjadi, pesan itu tak kunjung dibalas oleh Evan. Beberapa saat kemudian Riski memulai obrolan dengan Dinda.
"Din, Evan kenapa ? Kamu apain dia ?", isi pesan Riski yang membuat Dinda kaget.
"Aku ? Evan ? Ada apa ?", jawab Dinda bingung.
"Dia bahagia banget Din, dia sebut sebut nama kamu terus", ujar riski.
"Memangnya aku berbuat apa ?", Dinda semakin tak mengerti
"Suatu saat kamu akan mengetahuinya", balasan Riski malam itu.
Dinda memutuskan untuk tidak melanjutkan perbincangannya di jejaring sosial tersebut.
Nampaknya hal itu tidak menyita perhatian Dinda. Malam itu berlalu begitu saja.
Tibalah saat yang dinanti, yaitu wisuda madya. Momen dimana mereka dilepas oleh pihak sekolah dan diamanahkan untuk melanjutkan studi ke jenjang berikutnya dengan tetap mempertahankan dan meningkatkan prestasi.
Evan, Riski, dan Dinda tidak duduk bersebelahan. Karena nomor urut mereka tidak berurutan tapi diselingi satu teman mereka.
"Van, mau ngomong nggak ? Atau aku yang ngomong?", tanya riski ditengah kesibukan  berfoto-foto dengan teman seperjuangan.
"Jangan mbak bro", ucap Evan perlahan
Dinda hanya menyaksikan mereka berbincang tanpa mengerti kemana arah pembicaraan mereka.
"Dinda, aku mau ngomong sesuatu", ucap Riski perlahan ditengah keramaian.
"Apa mbak bro? Sok serius banget kamu ih", Dinda merespon kalem.
"Tau nggak kenapa evan selama ini jarang ngobrol sama kamu, bahkan gugup pas lagi deket sama kamu ?", tanya riski.
"Enggak", jawab Dinda dengan kepolosannya.
"Dasar manusia paling nggak peka, dia tuh suka sama kamu Din", ujar Riski sedikit kesal.
"Hah", satu kata terucap dari bibir Dinda
"Dia lebih memilih menyimpannya karena perasahabatan kita", jelas Riski
"Great! Amazing sekali", jawab Dinda singkat.
"Mana Evan?", tambahnya di sela waktu
"Evan pulang sama papanya", jawab Riski lirih
"Yaaaaa.." ucap Dinda.
Dinda tak menyangka seorang Evan bisa menaruh rasa pada dirinya. Dan yang lebih mengejutkan adalah ketika semuanya terungkap dimomen wisuda. Hal yang sama telah Dinda alami sewaktu SMP. Mungkin Dinda sudah biasa, karena memang iya tahu bahwa ada seseorang yang menaruh rasa lebih padanya selalu dikala perpisahan itu. Entah mengapa itu semua terjadi untuk kesekiankalinya. Mungkinkah Dinda terlalu tidak peka ataukah memang sengaja ia atau siapaun itu yang menyimpan rasa tak ingin mengungkapkannya. Rahasia illahi yang belum terjawab hingga saat ini.

Sesungguhnya seorang sahabat itu lebih memiliki arti.


Cinta yang Terpendam

Ini adalah sepenggal kisah masa abu-abu salah seorang sahabatku.

Masa abu-abu adalah masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Konon ceritanya masa abu-abu adalah masa masa paling indah. Masa metamorfosis yang penuh dengan suka cita. Begitu pula bagi tiga manusia langka ini.
Persahabatan mereka dimulai sejak mereka menduduki kelas sebelas. Mereka dipertemukan disudut suatu bangunan berwarna hijau. Sebut saja Dinda, Riski, dan Evan.
Dinda dan riski bisa diibaratkan layaknya lem dan perangko, susah terpisahkan. Dimana ada Dinda disitu ada Riski, begitu pula sebaliknya. Sedangkan evan adalah orang pertama yang menyapa Riski di sudut ruang itu. Nampaknya Riski masih teringat betul betapa noraknya gaya Evan waktu itu. Sungguh, 180 derajat dari sekarang. Dulu Evan menghampiri Riski dengan kacamata jadul ala tahun 60-an, celana diatas pusar, dan seragam yang dikancingkan bagian kancing atasnya. Bisa dibayangkan sendiri betapa menjijikkan penampilannya.
Mereka menjalani hari-harinya dengan paket komplit suka dan duka. Tawa dan tangis itu tak dapat dipisahkan. Mereka termasuk geng paling lola (loading lama) kalau diajak berbincang tentang hal yang diluar mata pelajaran. Beruntunglah ada Evan yang jauh lebih mengerti bila dibandingkan dengan Dinda dan Riski. Jadi, peran Evan sangat penting untuk menutupi kepolosan dua sahabatnya ini.
Tapi eh tapi, ada yang aneh dalam persahabatan mereka. Evan lebih sering berbincang-bincang dengan Riski dibanding dengan Dinda.
Mungkin Evan takut dengan Dinda. Takut dinda mengeluarkan ilmu-ilmu eksaknya untuk mematahkan pendapat evan.
Oh iya, mereka bertiga punya keahlian di bidang masing-masing. Riski lebih bahagia berkutat dengan sinus cosinus dalam matematika, evan lebih mendalami ilmu-ilmu biologi, sedangkan dinda yang selalu sibuk dengan senyawa senyawa kimia di laboratorium. Dengan segala perbedaan yang melingkupi mereka, mereka tetap satu. Satu kelompok yang disegani banyak orang. Mungkin teman teman takut dengan jurus jurus ampuh mereka atau mungkin wajah mereka terlalu serius sehingga terlihat bak harimau yang akan menerkam mangsanya.
Di balik sisi serius mereka, ternyata mereka semua memiliki bakat terpendam sebagai seorang pelawak.ya, Walau dinda termasuk pelawak yang garing.
Kembali ke cerita keanehan evan dan dinda deh. Memang intensitas evan dan dinda bercengkrama itu sangat kecil. Entah apa yang membatasi mereka. Evan nampaknya selalu gugup ketika harus berhadapan dengan dinda. Apakah dinda sangat menyeramkan ? Tentu tidak. Ada alasan lain yang kita semua tak mengerti. Hanya sang empunya yang mengerti.
Bersambung. . .  .

Wednesday, 9 April 2014

Mereka Tidak Membohongimu

Dulu, dia adalah seseorang yang selalu bersamaku. Selalu ada disaat aku membutuhkannya dan akupun berusaha selalu ada disaat dia membutuhkan ku. Tapi tidak dengan sekarang. Tuntutan pendidikan harus memisahkan kami. Semenjak pertama kali aku pergi, sampai saat sekarang ini belum pernah lagi bertemu dengannya. Termasuk saat itu, Kamis, 31 Oktober 2013.

Dia sosok sahabat yang sangat aku sayangi. Keluarganya sudah seperti keluargaku sendiri begitupun sebaliknya keluargaku sudah seperti keluarganya. Kebijaksanaan kedua orang tuanya membuatku sangat menyegani mereka. Berkunjung kerumahnya semakin mendekatkan persahabatan kami.

Entah mengapa, aku selalu saja teringat akan hal itu, padah sudah hampir satu tahun  aku mengabdi di tanah orang. Ya, aku adalah anak rantau dari tanah Minang. Pergi jauh dari orang-orang yang aku sayangi dan menyayangiku termasuk dia, sahabatku. Ini aku lakukan demi suatu keinginan luhur, mencapai cita-cita dan membahagiakan orang-orang yang menyayangi ku, orang tuaku dan lagi-lagi dia sahabatku.

Kala senja mulai datang, aku mulai jenuh dengan apa yang aku hadapi saat ini, tak tahu kepada siapa harus kulimpahkan kegelisahan yang memenuhi hati ini. Lagi-lagi aku teringat dia sahabatku. Kenangan masa lalu yang terukir jelas di memori ini tak kan mampu aku hapuskan. Aku pun mulai menceritakan semua kegelisahan yang ada. Begitupun dengannya, bercerita apa saja yang bisa ia ceritakan kepadaku.

Waktu terasa berhenti saat sahabatku itu mulai bercerita. Entah aku yang tidak peka terhadap apa yang ia alami atau bagaimana, ternyata apa yang aku alami tak sebanding dengan apa yang sahabatku rasakan. Ayahnya. Penyakit yang sudah lama bersarang di tubuh orang tua yang bijaksana ini kambuh kembali. Aku kembali teringat beliau, sosok sederhana itu.

Untaian doa selalu ku lantunkan kepada sang kuasa, pemilik segala penyakit dan juga pemilik segala obatnya. Aku ingin beliau sembuh, karena bagiku ayahnya adalah ayahku juga. Menanyakan kabar keluarganya pada saat itu adalah suatu keharusan bagiku.

Sore itu waktu terasa berhenti saat sahabatku itu mengetahui ayahnya yang bijaksana ini sudah di rawat selama hampir satu minggu. Tak ada satupun keluarga yang memberi kabar kepadanya. Kekecewaan kembali ia rasakan. Ia merasa semua keluarga telah membohonginya. Saat ia menceritakan semuanya aku ingin sekali berada disampingnya, duduk dan merangkul bahunya. Tapi itu tidak mungkin aku lakukan pada saat itu. Jarak yang memisahkan kita terlalu jauh. Aku hanya mampu berkata “Itulah keluargamu, mereka teramat menyayangimu, mereka tak mau menambah beban pikiranmu. Jadi tak usah selalu menyalahkan mereka karena hal ini, doakan saja yang terbaik untuk beliau”. Ya hanya kata-kata itu yang mampu terucap dari bibirku.


Bersambung. . . 

Wednesday, 19 March 2014

Berawal dari Hai Kak Arexa

Assalamualaikum. Kakak . . .
Mungkin bagi kebanyakan orang ini hanyalah sapaan biasa saja. Sapaan kepada orang yang lebih tua dari kita.
Tapi tidak bagi ku, sapaan itu menumbuhkan semangat baru, sapaan itu berasal dari wajah-wajah ceria, sapaan dari mereka yang masih imut-imut dan sepertinya belum mempunyai banyak fikiran seperti halnya orang dewasa. Sapaan itu dari generasi-generasi penerus bangsa ini. Sapaan penuh kehangatan ini yang membuatku semakin mencintai organisasi ku. PPBY J
Pagi itu mentari mengiri langkahku menuju sebuah perkampungan di sekitar kampus Akademi Kimia Analisi (AKA), kampung Blentuk namanya.  Menjalani salah satu syarat sebelum ikut bergabung dengan organisasi ini. Mengajar anak-anak diperkampungan ini.
Pelaksana Program Beasiswa Yatim-Dhuafa (PPBY). Sebuah organisasi BSO dibawah naungan kampus Akademi Kimia Analisi Bogor. Organisasi ini bergerak dibidang sosial dan sekaligus menjalankan salah satu tri darma perguruan tinggi, yaitu pengabdian masyarakat.
Organisasi ini mempunyai sekitar 21 orang adik asuh yang berdomisili di sekitar kampus AKA. Adik asuh inilah yang diberikan beasiswa untuk membantu meringankan beban orang tua mereka. Mereka berasal dari latar belakang keluarga dan jenjang pendidikan yang berbeda. Ada yang masih SD, SMP bahkan SMA. Mereka diberikan uang setiap bulannya untuk transportasi ke sekolah, biaya untuk ujian, pembelian buku-buku dan keperluan sekolah lainnya.
PPBY ini terdiri dari 3 divisi, dimana masing-masing divisi mempunyai tugas yang berbeda tetapi saling berkesinambungan.
Divisi pembinaan, bergerak dibidang pembinaan adek asuh, mengadakan mentoring atau pelajaran agama bagi adek asuh, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan adek asuh.Divisi humas, divisi humas ini bergerak diberbagai hal yang berhubungan dengan masyarakat termasuk mengajar di SDN 4 Cimahpar dan Kampung Blentuk. Divisi danus atau dana usaha. Divisi danus ini ibaratnya kepala rumah tangga yang memberikan nafkah kepada anak-anaknya, bergerak diberbagai usaha seperti jualan gorengan, buku dan lain-lain, dengan tujuan mendapatkan uang untuk beasiswa adek asuh dan berbagai kegiatan PPBY.

Awalnya aku pikir ini hanyalah sebuah organisasi biasa, memiliki struktur organisasi, rapat dan kegiatannya ya biasa-biasa saja. Ternyata aku salah.  Organisasi ini mengajarkan aku untuk berbagi kepada mereka yang membutuhkan. Organisani ini juga yang mengajari ku untuk lebih bersyukur atas nikmat Allah SWT.

Wednesday, 12 March 2014

Pentingnya Kepedulian

“...Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang anak-anak yatim. Katakanlah, “Memperbaiki keadaan meraka adalah baik!” Dan jika kamu mempergauli mereka, maka mereka adalah saudar-saudaramu…”
Q.S Albaqarah(2) : 220
Itulah potongan terjemahan surat Albaqarah. Allah telah menjelaskan dalam firmannya bahwa kita disuruh untuk peduli kepada orang di sekitar kita terutama bagi mereka yang kekurangan. Dan ayat ini jugalah yang mendasari saya untuk bergabung dengan salah satu UKM di kampus AKA Bogor yang bergerak dibidang sosial.

Kita sering tidak bersyukur terhadap apa yang telah diberikan Allah SWT. Masih sering terucap dibibir kita kenapa saya hanya diberikan ini? Sedangkan orang lain diberikan itu? Kenapa saya sakit? Sedangkan orang lain sehat? Kenapa saya hanya kuliah disini? Sedangkan orang lain bisa kuliah di PTN yang diinginkannya.

Menurut kita kata-kata itu hanya sepele, tapi tidak bagi mereka yang membutuhkan uluran tangan kita. Masih banyak orang disekitar kita yang tidak bisa mencukupi kebutuhan sehari-harinya apalagi untuk kuliah. Kita sering tidak menyadari bahwa banyak orang-orang yang tidak seberuntung kita. Masih banyak mereka yang hanya makan satu kali sehari dan itu hanya dengan lauk seadanya.

Bebera hari yang lalu (10/3) saya berkunjung kesalah satu rumah adik asuh. Namanya Ari, dia bersekolah disalah satu SMA Negeri di Bogor. Sudah seminggu ini ia terbaring lemah di rumahnya. Ia menderita penyakit pembengkakan pada ginjal. Penyakit ini sudah lama ia derita. Terakhir ia berobat pada tangaal 19 Januari 2012 dan itu sudah dinyatakan sehat oleh dokter ditempat ia berobat. Tapi dalam 2 bulan terkhir ini penyakit itu mulai ia rasakan kembali. Salah satu penyebabnya, saat musim hujan minggu lalu rumahnya kebanjiran. Malam harinya ia kedinginan, napasnya sesak, perutnya sakit dan dibeberapa bagian badannya mulai membengkak. Sejak malam itu ia tidak bisa kemana-mana. Ia hanya tidur dirumahnya dengan kondisi yang mungkin “tidak layak” bagi sesorang yang menderita sakit. Ia tidur hanya beralaskan kasur tipis dan ruangan itu terasa lembab akibat banjir.


Mirisnya, sudah satu minggu penyakit itu kambuh tapi dia belum mengkonsumsi obat apapun, karena alasan biaya. Beberapa hari yang lalu ia dibawa ke puskesmas, tapi pihak puskesmas hanya memberikan surat rujukan kerumah sakit. Orang tuanya sedang mengusahakan pengobatan gratis di salah satu rumah sakit di Kota Bogor.  

Ini hanyalah salah satu contoh betapa uluran tangan kita sangat dibutuhkan bagi mereka. Masih banyak lagi Ari yang lain diluar sana.

Berbagi dengan mereka tidak akan mengurangi rezeki kita. Sadarilah bahwa sesungguhnya didalam rezeki yang Allah berikan kepada kita, ada hak mereka didalamnya. Hak itu harus kita berikan kepada mereka. Dengan berbagi kita ikut merasakan susah dan sakitnya mereka. Berbagi tidak akan mengurangi kebahagiaan kita, bahkan dengan berbagi kita akan merasakan betapa Allah itu maha pengasih dan penyayang, betapa nikmat Allah itu sangat luar biasa.