Suatu malam, Dinda sedang
berkutat dengan jejaring sosialnya. Maklum karena hanya menunggu terima ijazah
dan wisuda. Mereka semua telah dinyatakan lulus dan berhak melanjutkan ke
jenjang selanjutnya yakni bangku kuliah. Tiba tiba Evan mengirim sebuah pesan
untuk Dinda.
"Hai Dinda J ", sapa Evan.
"Iya Van. Ada apa ?",
balasan dari Dinda.
Entah apa yang terjadi, pesan itu
tak kunjung dibalas oleh Evan. Beberapa saat kemudian Riski memulai obrolan
dengan Dinda.
"Din, Evan kenapa ? Kamu
apain dia ?", isi pesan Riski yang membuat Dinda kaget.
"Aku ? Evan ? Ada apa
?", jawab Dinda bingung.
"Dia bahagia banget Din, dia
sebut sebut nama kamu terus", ujar riski.
"Memangnya aku berbuat apa
?", Dinda semakin tak mengerti
"Suatu saat kamu akan
mengetahuinya", balasan Riski malam itu.
Dinda memutuskan untuk tidak
melanjutkan perbincangannya di jejaring sosial tersebut.
Nampaknya hal itu tidak menyita
perhatian Dinda. Malam itu berlalu begitu saja.
Tibalah saat yang dinanti, yaitu
wisuda madya. Momen dimana mereka dilepas oleh pihak sekolah dan diamanahkan
untuk melanjutkan studi ke jenjang berikutnya dengan tetap mempertahankan dan
meningkatkan prestasi.
Evan, Riski, dan Dinda tidak
duduk bersebelahan. Karena nomor urut mereka tidak berurutan tapi diselingi
satu teman mereka.
"Van, mau ngomong nggak ?
Atau aku yang ngomong?", tanya riski ditengah kesibukan berfoto-foto dengan teman seperjuangan.
"Jangan mbak bro", ucap
Evan perlahan
Dinda hanya menyaksikan mereka
berbincang tanpa mengerti kemana arah pembicaraan mereka.
"Dinda, aku mau ngomong
sesuatu", ucap Riski perlahan ditengah keramaian.
"Apa mbak bro? Sok serius
banget kamu ih", Dinda merespon kalem.
"Tau nggak kenapa evan
selama ini jarang ngobrol sama kamu, bahkan gugup pas lagi deket sama kamu
?", tanya riski.
"Enggak", jawab Dinda dengan
kepolosannya.
"Dasar manusia paling nggak
peka, dia tuh suka sama kamu Din", ujar Riski sedikit kesal.
"Hah", satu kata
terucap dari bibir Dinda
"Dia lebih memilih
menyimpannya karena perasahabatan kita", jelas Riski
"Great! Amazing
sekali", jawab Dinda singkat.
"Mana Evan?", tambahnya
di sela waktu
"Evan pulang sama
papanya", jawab Riski lirih
"Yaaaaa.." ucap Dinda.
Dinda tak menyangka seorang Evan bisa
menaruh rasa pada dirinya. Dan yang lebih mengejutkan adalah ketika semuanya
terungkap dimomen wisuda. Hal yang sama telah Dinda alami sewaktu SMP. Mungkin Dinda
sudah biasa, karena memang iya tahu bahwa ada seseorang yang menaruh rasa lebih
padanya selalu dikala perpisahan itu. Entah mengapa itu semua terjadi untuk
kesekiankalinya. Mungkinkah Dinda terlalu tidak peka ataukah memang sengaja ia
atau siapaun itu yang menyimpan rasa tak ingin mengungkapkannya. Rahasia illahi
yang belum terjawab hingga saat ini.
Sesungguhnya seorang sahabat itu
lebih memiliki arti.
No comments:
Post a Comment