Wednesday, 18 June 2014

Surat untuk Sahabat

Kami, 31 Oktober 2013

Salat isya telah selesai aku laksanakan. Saatnya bertarung dengan materi untuk ujian besok. Hanya ada buku, alat tulis dan hp yang menemani ku malam itu. Ntah kenapa dari tadi siang aku selalu gelisah, ada yang aneh rasanya.
Bip bip bip nada sms hp ku berbunyi. Dari nama yang tertulis di layar hp sms itu dari teman SMA. Sejenak kuhentikan kegiatan belajar untuk membaca sms itu, siapa tau  penting pikirku.

Aku berdiri kearah sumber suara itu. Perlahan aku baca sms itu. Malam itu aku seperti anak yang berumur empat tahun yang baru mulai belajar membaca. Membaca berulang kali, memastikan agar tidak salah baca. Aku berharap malam itu aku adalah anak umur empat tahun itu,  aku berharap salah baca sms kala itu. Isi sms itu hanya beberapa kata saja. Sms yang mengabarkan ayahmu telah tiada.

Aku langsung terduduk dilantai, rasanya kaki sudah tidak mampu untuk menopang  badan ini. Hanya air mata yang keluar. Saat itu aku merasa semuanya sunyi. Semuanya seakan ikut meraskan apa yang aku rasakan malam itu.

Setelah emosi itu bisa ku kuasai lagi, aku langsung mencari nama mu di phonebook hp dan menekan tombol hijau yang ada di hp. Suara mu yang tenang ketika menjawab salam dari ku seolah-olah menjelaskan bahwa tidak terjadi apa-apa.

Entah saat itu kamu memang tegar atau kamu berusaha membuat diri ini untuk tidak khawatir. Tapi apapun itu aku tetap hancur.

Selama tiga tahun, kita lebih banyak menghabiskan waktu bersama dari pada dengan keluarga masing-masing membuat aku mengerti bagaimana dirimu yang sebenarnya, walapun malam itu aku heran kenapa kamu bisa setegar itu? Justru aku yang hancur.
Aku tahu kehilangan ini sangat berat bagi mu.

Hari berganti hari, minggu berganti minggu, dan bulanpun berlalu. Tak terasa sudah hampir 8 bulan beliau meninggalkan kita semua. Aku sangat merasakan kamu berubah, tidak seperti dulu. Kau berusaha  menutupi semuanya dari ku. Tak ada lagi derai tawamu yang bisa kudengar dari seberang pulau ini, tak ada lagi senyum tulus dari lubuk hatimu. Kamu berusaha tegar diatas kehilanganmu, kamu tersenyum untuk menutupi kesedihan yang dirasakan.

Tapi apapun yang kamu lakukan untuk menutupi itu semua, aku tetap tahu kalau itu semua hanyalah bohong, itu semua hanya palsu. Aku sadar itu kau lakukan karena tak ingin melihat malaikat dirumah mu sedih, tak ingin lagi melihat air metes dari matanya dan membasahi wajahnya yang sudah mulai menua dan kamu ingin selalu menguatkannya, walaupun kamu sendiri tidak yakin apakah cara ini benar atau tidak.

Dari negeri rantau ini aku selalu mengirimkan doa untuk sang maha pemberi kebahagiaan agar Ia selalu memberikan kebahagian-Nya kepada mu, kepada malaikat yang kau panggil dengan sebutan mama dan kepada seseorang yang selalu bersama mu semenjak dari kandungan. Dan yang penting untuk kau tahu bahwa aku masih disini untuk mu teman, aku masih ada disamping mu untuk mendengarkan segala keluh kesah mu.


-Dari sahabat yang merasa kehilangan-

No comments:

Post a Comment