Kami, 31 Oktober 2013
Salat isya telah
selesai aku laksanakan. Saatnya bertarung dengan materi untuk ujian besok.
Hanya ada buku, alat tulis dan hp yang menemani ku malam itu. Ntah kenapa dari
tadi siang aku selalu gelisah, ada yang aneh rasanya.
Bip bip bip nada sms
hp ku berbunyi. Dari nama yang tertulis di layar hp sms itu dari teman SMA.
Sejenak kuhentikan kegiatan belajar untuk membaca sms itu, siapa tau penting pikirku.
Aku berdiri kearah
sumber suara itu. Perlahan aku baca sms itu. Malam itu aku seperti anak yang
berumur empat tahun yang baru mulai belajar membaca. Membaca berulang kali,
memastikan agar tidak salah baca. Aku berharap malam itu aku adalah anak umur
empat tahun itu, aku berharap salah baca
sms kala itu. Isi sms itu hanya beberapa kata saja. Sms yang mengabarkan ayahmu
telah tiada.
Aku langsung terduduk
dilantai, rasanya kaki sudah tidak mampu untuk menopang badan ini. Hanya air mata yang keluar. Saat
itu aku merasa semuanya sunyi. Semuanya seakan ikut meraskan apa yang aku
rasakan malam itu.
Setelah emosi itu bisa
ku kuasai lagi, aku langsung mencari nama mu di phonebook hp dan menekan tombol hijau yang ada di hp. Suara mu yang
tenang ketika menjawab salam dari ku seolah-olah menjelaskan bahwa tidak
terjadi apa-apa.
Entah saat itu kamu
memang tegar atau kamu berusaha membuat diri ini untuk tidak khawatir. Tapi
apapun itu aku tetap hancur.
Selama tiga tahun,
kita lebih banyak menghabiskan waktu bersama dari pada dengan keluarga
masing-masing membuat aku mengerti bagaimana dirimu yang sebenarnya, walapun
malam itu aku heran kenapa kamu bisa setegar itu? Justru aku yang hancur.
Aku tahu kehilangan
ini sangat berat bagi mu.
Hari berganti hari, minggu
berganti minggu, dan bulanpun berlalu. Tak terasa sudah hampir 8 bulan beliau
meninggalkan kita semua. Aku sangat merasakan kamu berubah, tidak seperti dulu.
Kau berusaha menutupi semuanya dari ku. Tak
ada lagi derai tawamu yang bisa kudengar dari seberang pulau ini, tak ada lagi
senyum tulus dari lubuk hatimu. Kamu berusaha tegar diatas kehilanganmu, kamu
tersenyum untuk menutupi kesedihan yang dirasakan.
Tapi apapun yang kamu
lakukan untuk menutupi itu semua, aku tetap tahu kalau itu semua hanyalah bohong,
itu semua hanya palsu. Aku sadar itu kau lakukan karena tak ingin melihat
malaikat dirumah mu sedih, tak ingin lagi melihat air metes dari matanya dan
membasahi wajahnya yang sudah mulai menua dan kamu ingin selalu menguatkannya,
walaupun kamu sendiri tidak yakin apakah cara ini benar atau tidak.
Dari negeri rantau ini
aku selalu mengirimkan doa untuk sang maha pemberi kebahagiaan agar Ia selalu
memberikan kebahagian-Nya kepada mu, kepada malaikat yang kau panggil dengan
sebutan mama dan kepada seseorang yang selalu bersama mu semenjak dari
kandungan. Dan yang penting untuk kau tahu bahwa aku masih disini untuk mu
teman, aku masih ada disamping mu untuk mendengarkan segala keluh kesah mu.
-Dari sahabat yang
merasa kehilangan-
No comments:
Post a Comment