Friday, 13 June 2014

Cinta yang Terpendam

Ini adalah sepenggal kisah masa abu-abu salah seorang sahabatku.

Masa abu-abu adalah masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Konon ceritanya masa abu-abu adalah masa masa paling indah. Masa metamorfosis yang penuh dengan suka cita. Begitu pula bagi tiga manusia langka ini.
Persahabatan mereka dimulai sejak mereka menduduki kelas sebelas. Mereka dipertemukan disudut suatu bangunan berwarna hijau. Sebut saja Dinda, Riski, dan Evan.
Dinda dan riski bisa diibaratkan layaknya lem dan perangko, susah terpisahkan. Dimana ada Dinda disitu ada Riski, begitu pula sebaliknya. Sedangkan evan adalah orang pertama yang menyapa Riski di sudut ruang itu. Nampaknya Riski masih teringat betul betapa noraknya gaya Evan waktu itu. Sungguh, 180 derajat dari sekarang. Dulu Evan menghampiri Riski dengan kacamata jadul ala tahun 60-an, celana diatas pusar, dan seragam yang dikancingkan bagian kancing atasnya. Bisa dibayangkan sendiri betapa menjijikkan penampilannya.
Mereka menjalani hari-harinya dengan paket komplit suka dan duka. Tawa dan tangis itu tak dapat dipisahkan. Mereka termasuk geng paling lola (loading lama) kalau diajak berbincang tentang hal yang diluar mata pelajaran. Beruntunglah ada Evan yang jauh lebih mengerti bila dibandingkan dengan Dinda dan Riski. Jadi, peran Evan sangat penting untuk menutupi kepolosan dua sahabatnya ini.
Tapi eh tapi, ada yang aneh dalam persahabatan mereka. Evan lebih sering berbincang-bincang dengan Riski dibanding dengan Dinda.
Mungkin Evan takut dengan Dinda. Takut dinda mengeluarkan ilmu-ilmu eksaknya untuk mematahkan pendapat evan.
Oh iya, mereka bertiga punya keahlian di bidang masing-masing. Riski lebih bahagia berkutat dengan sinus cosinus dalam matematika, evan lebih mendalami ilmu-ilmu biologi, sedangkan dinda yang selalu sibuk dengan senyawa senyawa kimia di laboratorium. Dengan segala perbedaan yang melingkupi mereka, mereka tetap satu. Satu kelompok yang disegani banyak orang. Mungkin teman teman takut dengan jurus jurus ampuh mereka atau mungkin wajah mereka terlalu serius sehingga terlihat bak harimau yang akan menerkam mangsanya.
Di balik sisi serius mereka, ternyata mereka semua memiliki bakat terpendam sebagai seorang pelawak.ya, Walau dinda termasuk pelawak yang garing.
Kembali ke cerita keanehan evan dan dinda deh. Memang intensitas evan dan dinda bercengkrama itu sangat kecil. Entah apa yang membatasi mereka. Evan nampaknya selalu gugup ketika harus berhadapan dengan dinda. Apakah dinda sangat menyeramkan ? Tentu tidak. Ada alasan lain yang kita semua tak mengerti. Hanya sang empunya yang mengerti.
Bersambung. . .  .

No comments:

Post a Comment